Tuesday, March 31, 2009

Tugas 5: S1 Akt April 2009

Buatlah paper dengan topik "membangun perilaku positif bagi karyawan, sebagai pusat pertanggungjawaban maupun sebagai bagian dari pusat pertanggungjawaban". Paper antara 2 sampai 5 halaman. Di post disini sebagai comment paling lambat satu hari sebelum kuliah minggu depan. Jangan lupa teknik penulisan yang baik. Selalu memberikan referensi yang jelas, terutama saat Anda mengacu (referring) maupun mengutip (quoting).
Judul tiidak dibatasi selama masih dalam area topik yang telah disepakati.
Nikmati proses ini dan jaga semangat Anda untuk terus maju. Sukses!

Agung P

11 comments:

  1. Rifan Kusuma (C1C006026)April 6, 2009 at 7:57 AM

    RIFAN KUSUMA (C1C006026)
    PAPER AKPRI



    Pengaruh Kekuasaan Pimpinan terhadap Perilaku Karyawan

    Kekuasaan seorang pemimpin dapat mempengaruhi perilaku karyawannya. Kekuasaan seorang pemimpin yang didasarkan pada legitimate power (kekuasaan yang sah) adalah suatu bentuk umum dari perilaku mampengaruhi karyawan dalam suatu organisasi kerja. Perilaku mempengaruhi seorang pemimpin secara langsung mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang menjadi bawahannya, hasilnya dapat dijelaskan dalam komitmen, kepatuhan tanggung jawab dan perlawanan dari karyawan itu sendiri. Perilaku dari karyawan juga tergantung pada beberapa aspek dari situasi seperti misalnya ; sejauh mana karyawan tersebut membagi perasaan mengenai sasaran – sasaran tugasnya, relevansi dari tugas –tugasnya dan feasibility (kemungkinan) tugas tersebut. Karyawan mungkin akan lebih menanggapi tanggung jawab tugasnya secara positif apabila tugas tersebut adalah tugas yang penting dan masuk akal dari pada terhadap tugas yang sepele dan tidak praktis.
    Hasil suatu usaha mempengaruhi, mempunyai efek umpan balik terhadap perilaku pemimpin. Perilaku mempengaruhi yang dapat membangun perilaku positif karyawan misalnya dengan memberi contingent rewards dan hukuman, memberi tugas tambahan, dan memberikan pujian terhadap prestasi kerja karyawan.
    Dampak kekuasaan seorang pemimpin terhadap perilaku karyawan pada dasarnya tergantung pada apa yang dilakukan pemimpin untuk mempengaruhi karyawannya. Pemimpin bertanggung jawab atas sumber daya yang diberikan kepada mereka secara efektif. Efektifiitas sumber daya tersebut terjadi apabila kekuasaan pemimpin tersebut relevan. Misalnya, sebuah ancaman akan mempunyai dampak apabila karyawan mengetahui bahwa pemimpin tersebut mempunyai coercive power (kekuasaan memaksa) yang diperlukan untuk melaksanakan ancaman tersebut. Peningkatan efektifitas juga dapat terjadi walaupun perilaku mempengaruhi tidak berhubungan dengan sumber – sumber kekuasaan. Misalnya, seorang pemimpin yang mempunyai rewards dan punishment power (kekuatan untuk menghukum) yang cukup substansial akan lebih besar kemungkinannya daripada pemimpin yang lemah untuk memperoleh kepatuhan dari karyawannya. Kekuasaan dari pemimpin dapat secara langsung mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan. Misalnya bila seorang pemimpin mempunyai rewards dan coercive power, karyawan kemungkinannya akan lebih berhati – hati, lebih mematuhi peraturan – peraturan, dan mencoba untuk membuat kesan yang lebih baik dengan harapan akan memperoleh imbalan dan menghindari hukuman.
    Sebuah perusahaan akan berhasil apabila para karyawan mempunyai komitmen yang kuat terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Sebaliknya perlawanan yang terus menerus akan menghasilkan sebuah kinerja perusahaan yang buruk. Keberhasilan karyawan dalam menjalankan tugas di bawah pengarahan pemimpin akan meningkatkan expert power pemimpin tersebut, seperti yang dirasakan oleh bawahannya. Kegagalan karyawan yang disebabkan kurang mampunyai pemimpin untuk memberi pertimbangan yang tepat akan menghasilkan expert power yang rendah. Keberhasilan karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan juga akan meningkatkan position power pemimpin tersebut (para pemimpin yang berhasil diberi lebih banyak kebebasan, kewenangan serta sumber – sumber daya).
    Keberhasilan karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan adalah suatu hasil dari sebuah keterampilan pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya, perilaku mempengaruhi, serta kekuasaan pemimpin tersebut. Pemimpin yang dianggap sebagai ahli dapat mempengaruhi perilaku karyawan meskipun dengan argumentasi yang lemah. Tetapi, keberhasilan akan lebih mungkin terjadi apabila pemimpin tersebut adalah seorang pakar yang diakui yang juga mempunyai keterampilan yang diperlukan untuk menyampaikan argumentasi yang persuasip(meyakinkan dengan memaksa), dan logis yang menggunakan sepenuhnya keahlian pemimpin tersebut.
    Jadi perilaku positif karyawan dipengaruhi oleh kekuasaan dan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi perilaku dan sikap bawahannya terutama apabila pemimpin tersebut mempunyai expert power (kekuatan pakar atau ahli di bidangnya).


    Sumber : Kepemimpinan dalam Organisasi.
    Pengarang Gary Yukl

    ReplyDelete
  2. Akuntansi Pertanggunjawaban : Sebuah Sinergitas Sumberdaya-Sumberdaya di Perusahaan


    oleh : Novita Puspasari (C1C005150)

    Kompetisi dalam berbagai usaha menjadi kompetisi global yang sangat perkembang pesat, perusahaan dituntut untuk selalau siap dengan persaingan global tersebut. Perusahaan-perusahaan besar memiliki banyak kegiatan atau aktivitas yang kompleks, sehingga kemajuan teknologi dan persaingan merupakan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Kondisi yang demikian ini, mengharuskan suatu perusahaan untuk menetapkan suatu kebijakan di dalam perusahaannya, sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan efisien dan melakukan penjualan dengan tingkat laba yang baik. Dalam dua dekade terakhir banyak perusahaan-perusahaan mengalami perubahan yang drastis. Sebagian manajer telah belajar bahwa cara terbaik menjalankan bisnis adalah tidak bekerja lebih banyak dan perubahan terbesar harus dibuat mengenal bagaimana organisasi harus dikelola dan bagaimana pekerjaan dilakukan. Untuk dapat mewujudkan kondisi perusahaan yang sehat, strategi manajemen yang mutlak sangat dibutuhkan. Strategi merupakan perencanaan yang besar, menetapkan secara umum kearah mana organisasi bergerak yang diinginkan
    manajemen senior. Kebutuhan untuk memformulasikan strategi biasanya timbul dalam merespon ancaman yang diterima atau adanya kesempatan. Manajemen dituntut untuk dapat mengelola semua sumber daya yang dimiliki seperti modal, tenaga kerja, teknologi, serta sumber daya lainnya secara efektif dan efisien dalam usaha mencapai tujuan perusahaan, yaitu laba yang optimal.
    Organisasi perusahaan terdiri atas orang-orang, manajemen harus mencapai tujuannya melalui orang-orang yang ada di organisasi tersebut. Oleh karena itu perusahaan memerlukan adanya desentralisasi, yaitu delegasi otoritas pembuatan keputusan organisasi dengan memberi manajer serangkaian level operasi dan otoritas untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan daerah tanggung jawabnya. Suatu organisasi yang terdesentralisasi secara kuat adalah organisasi yang memberikan kebebasan manajer-manajer tingkat yang lebih rendah untuk membuat keputusan.
    Perusahaan-perusahaan yang terdesentralisasi pada umumnya menggolongkan segmen-segmen usaha ke dalam pusat biaya, pusat laba dan pusat investasi, tergantung pada tanggung jawab manajer-manajer segmen tersebut. Hasil kerja para manajer pusat pertanggungjawaban secara berkala akan dinilai oleh manajer puncak. Menggunakan sistem akuntansi pertanggungjawaban ini diharapkan manajemen dapat dengan mudah menghubungkan biaya yang timbul dengan manajer pusat pertanggungjawaban yang bertanggung jawab atas timbulnya biaya tersebut, untuk itu efisiensi dan efektifitas penerapan akuntansi pertanggungjawaban perlu untuk dievaluasi agar tercapai tujuan perusahaan secara keseluruhan dan berkesinambungan.
    Organisasi dalam akuntansi pertanggungjawaban memerlukan beberapa elemen yang sangat terkait, elemen tersebut adalah authority, responsibility dan accountability. . Tanpa ketiga elemen yang membentuk organisasi tersebut maka kegiatan organisasi perusahaan tidak akan berjalan sesuai dengan perencanaan strategis yang telah dirancang sebelumnya. Oleh karena itu organisasi perlu dirancang sedemikian rupa sehingga ketiga elemen tersebut di atas dapat berjalan dengan lancar. Beberapa
    prinsip dalam penyusunan organisasi yang dikemukakan oleh R. D. Agarwal dalam bukunya Organization and Management (New Delhi: McGraw-Hill, Inc., 1982) :

    1) Prinsip spesialisasi (specialization). Pekerjaan setiap anggota organisasi harus dibatasi sedapat mungkin ke dalam satu fungsi menurut keahliannya masing-masing.

    2) Prinsip satuan pengarahan (unity of direction). Fungsi-fungsi yang berhubungan harus disatukan dibawah pimpinan seorang manajer.

    3) Prinsip spesifikasi fungsional (functional specification). Seluruh fungsi harus dijabarkan secara jelas dan tertulis.

    4) Prinsip rantai kepemimpinan (chain of command). Terdapat rantai komando kepemimpinan yang jelas dari atas ke bawah sehingga dapat dilakukan pendelegasian wewenang secara vertikal.

    5) Prinsip kesamaan wewenang dan tanggung jawab (party between authority and responsibility). Setiap pejabat harus memiliki wewenang yang cukup untuk mengambil keputusan yang diperlukan dan melakukan tindakan yang tepat dalam rangka mencapai prestasi kerja dan tujuan secara efektif dan efisien.

    6) Prinsip rentang pengendalian (span of control) kemampuan seorang manajer untuk mengawasi bawahannya secara efektif adalah terbatas, sehingga harus dibatasi jumlah bawahannya untuk setiap manajer yang besarnya tergantung pada situasi dan kondisi tertentu.

    Semua sumberdaya yang ada, termasuk karyawan, hendaknya dapat saling berinteraksi untuk dapat mencipatakan suasana yang mendukung kegiatan operasi dalam sebuah perusahaan.

    sumber :
    R. D. Agarwal dalam bukunya Organization and Management (New Delhi: McGraw-Hill, Inc., 1982), EFISIENSI DAN KEEFEKTIVAN PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN DAN EVALUASI KINERJA MANAJEMEN
    (Studi Kasus : PT PERKEBUNAN NUSANTARA V)
    oleh Sri Ayuningtyas, FAKULTAS EKONOMI
    UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

    ReplyDelete
  3. Marlia Diah M. (C1C005124)April 6, 2009 at 10:02 PM

    Membangun Perilaku Positif Bagi Karyawan Dalam Rangka Pencapaian Tujuan Organisasi

    oleh: Marlia Diah M.(C1C005124)

    Adanya tekanan etis yang tinggi akan menyebabkan terjadinya konflik dalam organisasi dan sebagai akibatnya mempengaruhi komitmen organisasi, kepuasan kerja dan keinginan berpidah. Oleh karena itu adanya tekanan etis yang dirasakan, akan memicu timbulnya konflik dalam organisasi, sehingga menyebabkan individu dalam organisasi tersebut mempunyai komitmen terhadap organisasinya dan merasakan puas atau tidak puas dalam bekerja. Perilaku karyawan mungkin dipengaruhi faktor situasi dalam organisasi dan interaksi antara dua faktor tersebut (Trevino, 1986). Beberapa faktor individual termasuk gender, usia, pendidikan, personaliti, dan orientasi etis seseorang. Sedangkan faktor situasional termasuk iklim organisasi, kesempatan untuk melakukan tindakan tidak etis, dan pengaruh dari atasannya (Peterson, 2003). Tekanan dari manajemen atas perilaku etis merupakan sumber banyak konflik (Shafer, 2002). Leicht dan Fennel (1997) menyatakan bahwa konflik etis selalu meliputi situasi di mana karyawan merasa tertekan oleh atasan supervisor dan anggota lain dalam organisasi untuk mengkompromikan nilai personal mereka dalam mencapai tujuan organisasi.
    Locke mendefinisikan kepuasan kerja sebagai kondisi menyenangkan atau secara emosional positif yang berasal dari penilaian seseorang atas pekerjaannya atau pengalaman kerjanya (Vandenberg dan Lance, 1992). Kepuasan kerja merujuk pada sifat umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja, dan sebaliknya seseorang dengan tidak puas dengan pekerjaannya akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaan (Robbins, 2001).
    Untuk mendukung kepuasan kerja karyawan, menghindari konflik dan karyawan bekerja sesuai dengan perintah dari atasanya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya :
    1.Menciptakan suasana yang menyenangkan didalam kantor
    Hal tersebut dapat menghindari keinginan karyawan untuk berpindah (Turnover Intention) atau mencari alternatif pekerjaan lain yang belum diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata (Pasewark dan Strawser, 1996).
    Keinginan berpindah (turnover intention) mengacu pada keinginan karyawan untuk Voluntary turnover merupakan keputusan untuk meninggalkan organisasi karena dua faktor yaitu seberapa menarik pekerjaan yang ada pada saat ini serta tersedianya alternatif pekerjaan lain. Sedangkan involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan employer untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat uncontrollable bagi karyawan yang mengalamnya.
    2. Kepuasan Kerja
    Kepuasan kerja dapat dipahami melalui tiga aspek. Pertama, kepuasan kerja merupakan bentuk respon pekerja terhadap kondisi lingkungan pekerjaan. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan oleh hasil pekerjaan atau kinerja. Ketiga, kepuasan kerja terkait dengan sikap lainnya dan dimiliki oleh setiap pekerja (Luthans, 1995) secara lebih rinci mengemukakan berbagai dimensi dalam kepuasan kerja yang kemudian dikembangkan menjadi instrumen pengukur variabel kepuasan terhadap (1) menarik atau tidaknya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, (2) jumlah kompensasi yang diterima pekerja, (3) kesempatan untuk promosi jabatan, (4) kemampuan atasan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku, dan dukungan rekan sekerja.
    3. Self Efficacy
    Menurut Philip dan Gully (1997), Self efficacy dapat dikatakan sebagai faktor personal yang membedakan setiap individu dan perubahan self efficacy dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku terutama dalam penyelesaian tugas dan tujuan. Penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Bobko (1994) menyatakan bahwa individual yang memiliki self efficacy tinggi pada situasi tertentu akan mencurahkan semua usaha dan perhatiannya sesuai dengan tuntutan situasi tersebut dalam mencapai tujuan dan kinerja yang telah ditentukannya.
    4. Motivasi
    Memotivasi karyawan adalah langkah awal manajer dalam membangkitkan semangat karyawan untuk memaksimumkan kinerja karyawan dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan perintah dari atasanya. Dengan memotivasi karyawan akan dapat mempengaruhi tingkatan prestasi mereka. Ada beberapa model motivasi yaitu : 1) Model Transisional (FW Taylor), manajer menentukan bagaimana pekerjaan dapat dilaksanakan serta memberi motivasi kepada karyawan siapa yang menciptakan prestasi terima upah. 2) Model Hubungan Manusiawi (Elon Mayo), bawahan dapat dimotivasi dengan pemenuhan kebutuhan sosial dan merasa mereka berguna dan penting. 3) Model Sumberdaya Manusia (Me Gregor dan Maslow), bawahan dimotivasi dengan banyak faktor, tidak sekedar uang dan keinginan mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti.
    Pengendalian manajemen merupakan proses dimana para manajer mempengaruhi anggota organisasi lainnya untuk mengimplementasikan strategi organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2004). Meskipun sistematis, proses pengendalian manajemen tidak bersifat mekanis. Proses ini meliputi interaksi antara individu, yang tidak dapat digambarkan dengan cara mekanis. Para manajer memiliki tujuan pribadi dan juga tujuan organisasi. Masalah pengendalian utama adalah bagaimana mempengaruhi manajer untuk bertindak demi pencapaian tujuan pribadi mereka dengan sedemikian rupa sekaligus juga membantu pencapaian tujuan organisasi sehingga tujuan anggota organisasi konsisten dengan tujuan organisasi demi tercapainya keselarasan tujuan (goal congruence).
    Tiga komponen pengendalian atau subsistem dari SPM yaitu:
    1.Quality goal
    Sebuah sasaran (quality goal) bisa dilihat sebagai tujuan atau tingkat kinerja yang individu atau organisasi yang harus dicapai (Locke et al, 1981). Organisasi umumnya menggunakan ukuran keuangan dan non-keuangan untuk memotivasi manajer memenuhi quality goal (Eccles, 1991).
    2. Quality feedback
    Feedback kinerja dipikirkan untuk memenuhi beberapa fungsi dan biasanya menunjuk pada informasi mengenai sebuah tingkatan dari kinerja atau cara dan efisiensi dimana proses kinerja dilakukan (Kluger dan DeNisi, 1996). Yang mempengaruhi perilaku pekerja, feedback menurunkan kekuatan motivasi hampir secara ekslusif dari informasi yang disediakan tentang kinerja para karyawan tentang tingkatan kejelasan peran suatu tugas yang akan dilakukan. Penelitian perilaku organisasi menunjukkan bahwa feedback membantu meningkatkan perilaku yang berorientasi pada tugas, meningkatkan perilaku yang berorientasi pada tugas (Ashford dan Cummings, 1983; Ilgen et al, 1979).
    Dengan memberikan komunikasi sasaran prioritas kepada pekerja dapat mempengaruhi prioritas mereka dalam mencapai pemenuhan sasaran tersebut.
    3. Quality Incentive
    Insentif yang didasarkan pada kualitas (quality incentive) didefinisikan sebagai sistem pengakuan dan sistem penghargaan untuk mengakui adanya perbaikan kualitas dari kelompok dan individu (Spreitzer dan Mishra, 1999; Ittner dan Larcker, 1995). Insentif meliputi baik dimensi keuangan dan non-keuangan dari struktur insentif, dimana ini konsisten dengan teori classic utility. Govindarajan dan Gupta (1985) menyatakan bahwa ketika penghargaan yang diterima dikaitkan pada ukuran kinerja spesifik, perilaku dipandu dan diarahkan pada keinginan untuk optimisasi ukuran kinerja.
    Diharapkan untuk meningkatkan kondisi yang memotivasi para pekerja unit bisnis untuk mencapai hasil (outcomes) yang diinginkan atau ditentukan. Pandangan ini sesuai dengan pandangan Flamholtz (1996) dan Maiga dan Jacob (2005) yang menyatakan bahwa sistem pengendalian akan mempengaruhi arah dan tingkat usaha yang ditunjukkan oleh individual.


    Sumber : SNA 9 PADANG tentang Manajemen Keprilakuan
    Skripsi Akuntansi
    Jurnal Akuntansi
    Sistem Pengendalian Manajemen ( Govindarajan )

    ReplyDelete
  4. Saiful Bakhri
    C1C005007
    Karyawan sebagai Asset yang Harus Dipertanggungjawabkan
    Karyawan adalah asset perusahaaan yang harus dipertanggungjawabkan oleh para penanggungjawabnya dalam hal ini adalah kepala bagian dari masing-masing divisi atau bagian personalia dari masing-masing divisi yang bersangkutan. Namun demikian tidak sedikit dari para pemegang kendali dalam hal ini adalah para penanggungjawab yang bertanggungjawab terhadap kinerja dan produktivitas karyawan yang masih saja mengganggap karyawan hanya sebagai alat bagi perusahaannya. Itu adalah pendapat yang sama sekali tidak benar menurut saya, karena karyawan adalah manusia, karyawan bukanlah mesin yang dapat bekerja sesuai keinginan kita, bahkan mesinpun merasakan lelah hingga diperlukan pendinginan, pengistirahatan, service dan perbaikan. Meskipun dalam hal ini kita menganggap karyawan adalah asset perusahaan tapi bukan berarti bahwa kita dapat menyamakan karyawan dengan barang.
    Dalam upaya mempertanggungjawabkan kinerja karyawan sebagai asset kepada perusahaaan, maka sangatlah penting bagi para pemegang kendali untuk memeperhatikan beberapa hal yang prinsipiil untuk dapat meningkatkan kinerja serta mengoptimalkan karyawan sebagai asset perusahaan. Dalam hal ini beberapa hal yang pinsipiil dalam upaya memeprtanggungjawabkan karyawan sebagai asset perlu diperhatikan. Hal tersebut adalah :
    A. Komunikasi yang baik
    B. Balas jasa yang setimpal
    C. Memanusiakan manusia

    A. Komunikasi yang baik
    Agar suatu organisasi dapat berjalan dengan selaras dengan tujuan perusahaan maka factor komunikasi antara para pelaku organisasi juga harus berjalan lancar. Arus komunikasi haruslah berjalan dua arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, tidak hanya satu arah saja yaitu dari atas ke bawah.
    1. Arus komunikasi dari atas ke bawah
    Arus komunikasi ini berisi penjabaran tugas, wewenang, peringatan dan himbauan atasan kepada bawahannya. Dengan demikian seorang atasan dapat mengendalikan karyawan sesuai dengan keinginannya atau kita lebih sering mendengarnya dengan “garis perintah”. Namun demikian ada sebagian atasan yang dengan seenak hatinya memberikan perintah kepada bawahannya, tanpa melihat terlebih dahulu keadaan di bawahnya. Sebagai contoh, kepala bagian penjualan di suatu wilayah menginginkan target penjualan di wilayahnya ditingkatkan lagi dengan mendatangkan produk dari kantor pusatnya, padahal diwilayahnya produk yang belum terjual dan masih tersimpan di gudang, jumlahnya masih sangat banyak sehingga kenaikkan target penjualan di wilayah tersebut sangat mustahil untuk dicapai karena alasan yang sangat masuk akal. Disisi lain atasan tidak mau tahu hal tersebut. Sehingga mau tak mau pihak bawahan melakukan mogok kerja yang pada akhirnya justru merugikan perusahaan.
    2. Arus komunikasi dari bawah ke atas
    Jika arus komunikasi dari atas kebawah merupakan garis perintah, maka arus komunikasi dari bawah ke atas berisikan umpan balik dari perintah tersebut, arus komunikasi ini juga berisi keluhan, laporan-laporan pertanggungjawaban dan saran dari pihak bawahan sehingga arus komunikasi ini juga sering disebut sebagai “garis tanggung jawab”, dan dewasa ini masih saja dijumpai atasan yang tidak mau tahu keadaan bawahannya. Seperti ilustrasi di atas.
    B. Balas Jasa yang Setimpal
    Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang "Pemeliharaan momentum pertumbuhan ekonomi nasional dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian global". yang pada tanggal 24 oktober di keluarkan Pemerintah melalui 4 mentri, mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, mentri Perindustrian, mentri Dalam Negri dan mentri Perdagangan.
    SKB ini Menuai Protes dari komponen Buruh, kemarin (sabtu 31 Oktober 2008) Dua puluhan massa dari FNPBI-PRM Kaltim menggelar aksi demonstrasi di simpang empat lembuswana dan diakhiri dijembatan penyebrangan samping mall lembuswana dengan memasang replika penolakan terhadap SKB 4 mentri tersebut, menurut Suyanti korlap aksi SKB 4 mentri tersebut bukan hanya akan merugukan kaum buruh tapi juga akan dirasakan rakyat miskin lainya yang kehidupanya sangat tergantung dengan besaran upah yang di peroleh kaum buruh (Supir angkot, ojek, Pkl-pkl, Dll).
    SKB tersebut adalah bukti lepas tanggung jawabnya Pemerintah terhadap nasib Buruh hari ini, Selama ini masalah ketenaga kerjaan itu lebih keranah Publik dengan SKB 4 mentri tersebut seolah akan membawa persolan ketenaga kerjaan keranah Prifat, Buruh tak ubahnya barang dangangan karna dengan ini upah akan sepenuhnya diserahkan kemekanisme pasar, tidak ada kata lain kita harus menolak SKB 4 Mentri tersebut.
    Kalau kita menyimak, hal diatas memang wajar jikalau kaum buruh mengkhawatirkan nasib mereka dengan diterbitkan dan diberlakukannya SKB 4 menteri tersebut. Bukan tidak mungkin jika prifatisasi ketenagakerjaan tersebut dapat membuat nasib buruh semakin buruk. Para pemilik perusahaan dapat saja memberikan upah secara professional dalam artian, memberikan upah sesuai dengan kinerja karyawannya, tetapi juga tidak menutup kemungkinan para pemilik perusahaan mengatas namakan kerugian, efisiensi atau hal sejenisnya untuk menekan upah buruh, sehingga keadaan merekapun semakin sulit. Dengan diberlakukannnya SKB tersebut, maka pemerintah yang telah menyerahkan masalah ketenagakerjaan tersebut kepada masing-masing perusahaan, tidak akan dapat berbuat banyak untuk kaum buruh.
    Keadaan seperti ini tidak akan terjadi jika pemerintah sebagai pengayom dan penanggung jawab kehidupan rakyat melepaskan tanggung jawabnya begitu saja. Meskipun pada dasarnya pemerintah tidak seperti itu, namun penerbitan dan pemberlakuan SKB tersebut seolah-olah menyiratkan bahwa pemerintah telah lepas tanggung jawab.
    Uraian di atas adalah suatu contoh nyata, bahwa pemberian balas jasa yang tidak setimpal akan membuat segala sesuatunya menjadi timpang. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari pemberian balas jasa yang tidak setimpal adalah :
    1. Terganggunya proses produksi perusahaan
    2. Ketidakharmonisan komunikasi di perusahaan
    3. Kemungkinan turunnya kualitas produk
    4. Tidak tercapainya tujuan perusahaan
    Untuk itu agar atasan dapat mempertanggungjawabkan kinerja karyawan, maka akan sangat arif jika kalangan atas atau pihak manajemen benar-benar memperhatikan masalah balas jasa dengan serius dan memberikan balas jasa sesuai dengan kinerja karyawan jika memang privatisasi ketenagakerjaan akan benar-benar dijalankan.
    D. Memanusiakan Manusia
    Di dalam teori kebutuhan, terdapat suatu kebutuhan yang disebut dengan “kebutuhan untuk dihargai” dari sini kita tahu bahwa semua orang memiliki perasaan seperti itu, dan itu pasti. Karena itu adalah sifat dasar manusia, kita membutuhkan penghargaan dari orang lain, bahkan ahli ibadah pun masih memiliki kebutuhan untuk dihargai meskipun bukan penghargaan dari sesamanya, tetapi penghargaan dari Tuhan dengan mengharapkan sorga Nya.
    Demikian juga karyawan, mereka juga membutuhkan penghargaan dari orang lain. Dalam suatu film diceritakan ada seorang pebisnis yang tiba-tiba dikaruniai kelebihan dengan bisa mendengarkan kata hati wanita. Suatu pagi dia masuk kantor dia menjumpai seorang cleaning service wanita lalu wanita itu berkata “ini lagi kaya, ganteng, tapi sombong, mana mau dia menyapaku huuhhh!” lalu ketika dia berjalan sudah melewatinya dia berbalik dan menyapanya sambil mengomentari warna lipstiknya dengan berkata “kamu kelihatan lebih seksi jika memakai lipstick warna pink.” Sambil tersenyum sang eksekutif muda itupun berlalu meninggalkannya. Namun dia mendengar wanita itu berteriak di dalam hati “wouww! Aku disapa olehnya!!!!! Cerita ini menunjukkan bahwa karyawan pada tataran bawah akan sangat bahagia jika disapa oleh atasannya. Ketika dia merasa senang dengan situasi di perusahaan maka kinerjanya akan baik dan perasaan “memiliki” perusahaanpun akan terpupuk.
    Untuk itu seorang pimpinan perusahaan haruslah memiliki “3S” yaitu “salam, senyum, sapa” agar karyawannya merasa nyaman dan dia lebih dihormati oleh bawahannya. Namun demikian bukan beratri bahwa ketegasan dalam hal menegakkan peraturan. Orang bijak mengataan “ seorang pemimpin yang baik haruslah seperti harimau, anggun, berwibawa dan dihormati dimata anak buah tapi disegani dan ditakuti oleh musuh”.



    Sumber :
    - http://lmnd-prm.blogspot.com/2008/11/fnpbi-prm-kaltim-demo-tolak-
    - kegiatan perkuliahan Komunikasi Bisnis dan Pengantar Manajemen
    - LKS pelajaran Tata Negara kelas tiga SMU
    - LKS pelajaran Ekonomi kelas tiga SMU
    -

    ReplyDelete
  5. Bagus himawan Putra
    C1C005257

    KONSEP
    SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

    A. LATAR BELAKANG DAN PERKEMBANGAN
    Teori manajemen menyatakan bahwa manajemen memiliki beberapa fungsi. Pakar manajemen Schermerhorn dalam bukunya Management membagi fungsi manajemen dengan pendekatan Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC). Ia mendefinisikan istilah manajemen:
    “Management is the process of planning, organizing, leading and
    controlling the use of resources to accomplish performance goals”
    Definisi di atas dapat diterjemahkan manajemen adalah proses perencanan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan/sasaran kinerja. Beberapa pakar manajemen berpendapat bahwa fungsi Actuating dapat diurai menjadi Staffing dan Leading. Leslie W. Rue dan Llyod L. Byars misalnya berpendapat bahwa fungsi manajemen terdiri dari: Planning, Organizing, Staffing, Leading, and Controlling. Fungsi controlling berperan untuk mendeteksi potensi adanya deviasi atau kelemahan yang terjadi sebagai umpan balik bagi manajemen dari suatu kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaannya.
    Hal-hal yang dicakup dalam fungsi controlling ini meliputi penciptaan standar atau kriteria, pembandingan hasil monitoring dengan standar, pelaksanaan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, pemodifikasian dan penyesuaian metode pengendalian dari kaca mata hasil pengendalian dan perubahan kondisi, serta pengkomunikasian revisi dan penyesuaiannya ke seluruh proses manajemen dengan harapan deviasi atau kelemahan yang pernah terjadi tidak terulang kembali. Istilah controling sering diterjemahkan dengan kata pengendalian dan pengawasan. Kedua istilah ini acapkali penggunaannya dipertukarkan terutama di lingkungan sektor publik (pemerintah). Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam KepmenPan Nomor 19 Tahun 1996 istilah pengawasan didefinisikan sebagai seluruh proses kegiatan penilaian terhadap obyek pengawasan dan atau kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan tugas dan fungsi obyek pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah sesuai dengan yang ditetapkan.
    Menurut buku Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI–2002) pengawasan dibagi dalam 4 (empat) jenis, yaitu: Pengawasan Melekat (Waskat), Pengawasan Fungsional (Wasnal), Pengawasan Legislatif (Wasleg), dan Pengawasan Masyarakat (Wasmas).
    Pertama, Pengawasan Melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Inpres No. 1 Tahun 1989). Secara singkat dapat dikatakan Waskat lebih diarahkan pada pembentukan suatu sistem yang mampu mengarahkan dan membimbing seluruh aparatur dalam pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang ditetapkan, serta mampu mencegah terjadinya penyimpangan, kebocoran, dan pemborosan keuangan negara/daerah.
    Kedua, Pengawasan Legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga Perwakilan Rakyat baik di tingkat pusat (DPR) maupun di tingkat daerah (DPRD). Bentuk pengawasan tersebut lebih didominasi dari sudut pengawasan politik dan salah satu produknya dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
    Ketiga, Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang tugas pokoknya melakukan pengawasan seperti: BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Inspektorat Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda). Aparat fungsional tersebut berperan sebagai ”mata dan telinga” pimpinan organisasi.
    Keempat, Pengawasan Masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat termasuk lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan para pemerhati yang disuarakan melalui berbagai media yang tersedia seperti media massa, kotak pos 5000 dan sebagainya. Pengendalian yang menjadi fokus pada modul ini adalah suatu pengendalian yang melekat (built-in) dalam suatu sistem yang ada pada setiap aktivitas atau organisasi. Pengendalian atau control pertama kali muncul dalam kamus referensi Inggris sekitar tahun 1600 dan didefinisikan sebagai “copy of a roll (of account), a parallel of the same quality and content with the original”. Oleh Samuel Johnson definisi di atas disimpulkan sebagai “a register or account kept by another officer, that each may be examined by the other”.

    Kesadaran auditor dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan penugasan audit - apa pun jenis auditnya, pemahaman atas sistem pengendalian manajemen sangat diperlukan. Hal ini telah ditetapkan dalam Standar Pekerjaan Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang menyatakan bahwa auditor harus mempelajari dan menilai keandalan sistem pengendalian manajemen untuk menentukan luas dan lingkup
    pengujian yang akan dilaksanakan. Seorang auditor tidaklah mungkin harus melakukan pengujian ke seluruh bidang/bagian/aspek dari suatu organisasi dengan waktu, tenaga, dan biaya yang terbatas. Itulah sebabnya pemahaman atas sistem pengendalian manajemen suatu organisasi/unit kerja yang akan diaudit sangat diperlukan.

    B. PENGERTIAN SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
    Sebagaimana telah diuraikan di atas definisi pertama kali tentang pengendalian (control) adalah “copy of a roll (of account), a parallel of the same quality and content with the original”. Oleh Samuel Johnson definisi di atas disimpulkan sebagai “a register or account kept by another officer, that each may be examined by the other”.3 Pengertian pengendalian di atas adalah pengertian dalam arti yang sempit yang sering disebut sebagai pengecekan internal (internal check). Maksudnya adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang diawasi oleh orang lain, sehingga tercipta suatu pengendalian. George E. Bennett (1930) mendefinisikan pengecekan internal sebagai:

    A system of internal check may be defined as the coordination of a
    system of accounts and related office procedures in such a manner that
    the work of one employee independently performing his own prescribed
    duties continually checks the work of another as to certain elements
    involving the possibility of fraud.

    Definisi di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut: suatu sistem pengecekan intern dapat didefinisikan sebagai koordinasi suatu sistem akun dan prosedur terkait sedemikian rupa sehingga seorang pegawai yang melaksanakan tugasnya secara independen dan terus menerus tercek (teruji) oleh pekerjaan pegawai lain tentang elemen tertentu yang mencakup kemungkinan adanya kecurangan. Perkembangan ekonomi dan bisnis semakin maju secara signifikan yang dipicu oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai aspek memberikan berdampak pada semakin tingginya risiko yang dihadapi suatu organisasi. Hal ini memicu pemahaman atas pengendalian yang semakin luas. Pada tahun 1949, sebuah laporan khusus dari Komite Prosedur Audit American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) dengan judul “Internal Control – Elements of a Coordinated System and Its Importance to Management and Independence Accountant” mendefinisikan Pengendalian Intern sebagai berikut:

    Internal control comprises the plan of organization and all of the
    coordinate methods and measures adopted within a business to
    safeguards its assets, check the accuracy and realibility of its
    accounting data, promote operational efficiency, and encourage
    adherence to prescribed managerial policies. This definition
    (continued the Committee) possibly is broader than the meaning
    sometimes attributed to the term. It recognizes that a system of
    internal control extends beyond those matters which relate directly
    to the functions of the accounting and financial departement.5

    Definisi di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut: pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan seluruh metode koordinasi dan ukuran yang diadopsi dalam suatu usaha atau bisnis untuk melindungi asetasetnya, memeriksa akurasi dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi kegiatan dan kepatuhan pada kebijakan manajerial yang telah ditetapkan. Definisi ini mungkin lebih luas dari arti yang acap kali
    diberikan pada istilah tersebut. Definisi ini mengakui bahwa luas pengertian sistem pengendalian intern melampaui hal-hal yang berkaitan langsung dengan fungsi departemen atau bidang keuangan dan akuntansi. Definisi tersebut mengungkapkan bahwa pengendalian Intern tidak hanya didefinisikan sebagai pengecekan internal semata, tetapi mengandung lingkup yang lebih luas, mencakup perencanaan suatu organisasi bahkan khusus definisi struktur pengendalian intern bagi auditor internal (Internal Auditor) mencakup lingkup yang luas dan rinci sebagai berikut:

    Control is the employment of all the means devised in an enterprise
    to promote, direct, restrain, govern, and check upon its various
    activities for the purpose of seeing that enterprise objectives are
    met. These means of control include, but are not limited to, form
    of organization, policies, systems, procedures, instructions,
    standards, committees, chart of account, forecasts, budgets,
    schedules, reports, records, checklists, methods, devises, and
    internal auditing

    Definisi di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut: pengendalian adalah penggunaan seluruh kelengkapan sarana dalam suatu entitas untuk mempromosikan, mengarahkan, mengendalikan, mengatur, dan memeriksa berbagai aktivitas dengan tujuan untuk meyakinkan tercapainya tujuan entitas. Sarana pengendalian ini meliputi (namun tidak dibatasi): bentuk organisasi, bagan akun, ramalan, anggaran/budget, jadwal, laporan, catatan, daftar pertanyaan, metode, alat, dan audit intern. Perkembangan selanjutnya pada tahun 1988, Dewan Standar Audit (Auditing Standar Board) the American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), Ikatan Akuntan Publik Amerika menerbitkan Statement on Auditing Standard (SAS) No. 55 yang meletakan konsep baru sistem pengendalian intern yang terbagi ke dalam 3 (tiga) unsur
    utama, yaitu: (1) Control Environment; (2) Accounting System; dan (3) Control Procedures. Standar ini meningkatkan tanggung jawab auditor untuk dapat lebih mendeteksi dan melaporkan terjadinya fraud (kecurangan), lebih intens berkomunikasi dengan komite audit (sebuah badan yang bertugas mengawasi kegiatan manajemen), dan dalam pelaporan hasil audit untuk lebih mengkomunikasikan tanggung jawab auditor dan manajemen dalam kaitannya dengan laporan keuangan auditan.
    Tujuan pengendalian manajemen akan dapat dicapai. Kelima komponen
    pengendalian intern tersebut adalah:
    1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
    2. Penilaian Risiko Manajemen (Management Risk Assessment)
    3. Sistem Komunikasi dan Informasi (Information and Communication System)
    4. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
    5. Monitoring

    C. KONSEP DASAR
    Konsep dasar yang memberikan kerangka bagi perancangan dan penerapan sistem pengendalian manajemen meliputi:
    1. Komponen operasi yang terpasang secara terus menerus
    Pengendalian manajemen adalah suatu rangkaian tindakan dan aktivitas yang terjadi pada seluruh kegiatan organisasi dan berjalan secara terus menerus. Pengendalian manajemen bukanlah suatu sistem terpisah dalam suatu organisasi, melainkan harus dianggap sebagai bagian integral dari setiap sistem yang dipakai manajemen untuk mengatur dan mengarahkan kegiatannya. Pengendalian intern dapat disebut pula pengendalian manajemen yang terpasang dalam organisasi sebagai bagian dari sarana prasarana organisasi guna membantu manajemen menjalankan organisasi dan
    mencapai tujuannya. Dengan demikian perkembangan pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan timbulnya gagasan baru berupa penerapan mekanisme/metode/cara kerja baru menuntut adanya pemodifikasian sistem pengendaliannya yang berjalan secara terus menerus.
    Contoh: adanya media akses nasabah perbankan melalui internet banking system menuntut pemodifikasian pengamanan dalam sistem pengendalian manajemen perbankan sehingga para nasabah diharapkan tidak mengalami kerugian akibat tindakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
    2. Pengendalian Manajemen dipengaruhi oleh manusia
    Dalam kenyataan sering dijumpai bahwa suatu organisasi memiliki pedoman (manual) sistem pengendalian manajemen yang baik, namun tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga pengendalian manajemen yang telah dirancang tersebut tidak memberikan kontribusi positif bagi organisasi. “A man behind the gun” adalah istilah yang cocok dengan faktor ini. Sistem pengendalian manajemen dapat berjalan efektif jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh manusia. Tanggung jawab berjalannya sistem pengendalian manajemen sangat tergantung pada manajemen. Manajemen menetapkan tujuan, merancang dan melaksanakan mekanisme pengendalian, memantau serta mengevaluasi pengendalian. Dengan demikian, seluruh pegawai dalam organisasi memegang peranan penting untuk mencapai dilaksanakannya sistem pengendalian manajemen secara efektif. Karakter dan motivasi manusia memegang peranan penting dalam membangun suatu sistem pengendalian manajemen yang efektif.
    3. Memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak
    Perancangan suatu sistem pengendalian manajemen didasarkan pada pertimbangan biaya–manfaat. Tidak peduli betapa baiknya perancangan dan pengoperasian suatu pengendalian manajemen dalam suatu organisasi, sistem itu tidak dapat memberikan jaminan keyakinan yang mutlak agar tujuan organisasi dapat tercapai. Faktor faktor dari luar yang mempengaruhi manajemen dapat mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mencapai tujuannya. Kesalahan manusia, pertimbangan yang keliru, dan adanya kolusi adalah contoh faktor–faktor yang dapat menghalangi pencapaian tujuan organisasi sebagaimana yang diinginkan. Dengan demikian, pengendalian manajemen dapat memberikan keyakinan yang memadai, tidak mutlak dalam mencapai tujuan organisasi.
    D. JENIS PENGENDALIAN MANAJEMEN
    Sistem pengendalian manajemen dapat dibagi dalam 5 (lima) jenis:
    1. Pengendalian pencegahan (preventive controls)
    Pengendalian pencegahan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya suatu kesalahan. Pengendalian ini dirancang untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan sebelum kejadian itu terjadi. Pengendalian pencegahan berjalan efektif apabila fungsi atau personel melaksanakan perannya. Contoh pengendalian pencegahan meliputi: kejujuran, personel yang kompeten, pemisahan fungsi, reviu pengawas dan pengendalian ganda.
    Sebagaimana peribahasa mengatakan “lebih baik mencegah daripada mengobati” demikian pula dengan pengendalian. Pengendalian pencegahan jauh lebih murah biayanya dari pada pengendalian pendeteksian atau korektif. Ketika dirancang ke dalam sistem, pengendalian pencegahan memperkirakan kesalahan yang mungkin terjadi sehingga mengurangi biaya perbaikannya. Namun demikian, pengendalian pencegahan tidak dapat menjamin tidak terjadinya kesalahan atau kecurangan sehingga masih dibutuhkan pengendalian lain untuk melengkapinya.
    2. Pengendalian deteksi (detective controls)
    Sesuai dengan namanya pengendalian deteksi dimaksudkan untuk mendeteksi suatu kesalahan yang telah terjadi. Rekonsiliasi bank atas pencocokan saldo pada buku bank dengan saldo kas buku organisasi merupakan kunci pengendalian deteksi atas saldo kas. Pengendalian deteksi biasanya lebih mahal daripada pengendalian pencegahan, namun tetap dibutuhkan dengan alasan: Pertama, pengendalian deteksi dapat mengukur efektivitas pengendalian pencegahan. Kedua, beberapa kesalahan tidak dapat secara efektif dikendalikan melalui sistem pengendalian pencegahan sehingga harus ditangani dengan pengendalian deteksi ketika kesalahan tersebut terjadi. Pengendalian deteksi meliputi reviu dan pembandingan seperti: catatan kinerja dengan pengecekan independen atas kinerja, rekonsilasi bank, konfirmasi saldo bank, kas opname, penghitungan fisik persediaan, konfirmasi piutang/utang dan sebagainya.
    3. Pengendalian koreksi (corrective controls)
    Pengendalian koreksi melakukan koreksi masalah-masalah yang teridentifikasi oleh pengendalian deteksi. Tujuannya adalah agar supaya kesalahan yang telah terjadi tidak terulang kembali. Masalah atau kesalahan dapat dideteksi oleh manajemen sendiri atau oleh auditor. Apabila masalah atau kesalahan terdeteksi oleh auditor, maka wujud pengendalian koreksinya adalah dalam bentuk pelaksanaan tindak lanjut dari rekomendasi auditor.
    4. Pengendalian pengarahan (directive controls)
    Pengendalian pengarahan adalah pengendalian yang dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung dengan tujuan agar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan atau ketentuan yang berlaku. Contoh atas pengendalian ini adalah kegiatan supervisi yang dilakukan langsung oleh atasan kepada bawahan atau pengawasan oleh mandor terhadap aktivitas pekerja.
    5. Pengendalian kompensatif (compensating controls)
    Pengendalian kompensatif dimaksudkan untuk memperkuat pengendalian karena terabaikannya suatu aktivitas pengendalian. Pengawasan langsung pemilik usaha terhadap kegiatan pegawainya pada usaha kecil karena ketidak-adanya pemisahan fungsi merupakan contoh pengendalian kompensatif.

    Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
    dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Anggota Tim Ahli

    ReplyDelete
  6. Nieke H Widaningrum
    C1C005064

    Membangun Kultur Yang Positif Guna Meningkatkan Kinerja Karyawan

    Sebuah organisasi bertanggungjawab untuk mengembangkan suatu perilaku organisasi yang jujur, beretika demi tercapainya tujuan organisasi tersebut.Menurut Amrizal, SE, Ak. MM, CFE. dalam penelitiannya yang berjudul "Membangun Kultur dan Etika InternaL yang Anyi Kecurangan" menyebutkan ada beberapa nilai luhur yang wajib dijadikan pedoman dalam segala kegiatan, yaitu :
    - Profesionalisme,
    - Kerjasama
    - Keserasian,keselarasan dan keseimbangan
    - Kesejahteraan
    Oleh karena itu suatu organisasi wajib mendorong setiap karyawannya untuk menjunjung tinggi profesionalisme, terbiasa bekerjasama dalam tim dan menyeimbangkan antara satu hal dengan lainnya.

    Namun dalam membangun perilaku positif bukan hanya nilai nilai luhur tersebut yang perlu ditanamkan tapi juga memerlukan tahapan tahapan yang pasti untuk membangun sikap positif tersebut di dalm diri karyawan. menurut momoy dalam artikelnya yang berjudul "menumbuhkan budaya positif" ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan budaya positif diantaranya sebagai berikut :
    1.Ukurlah budaya anda saat ini.
    Ada beberapa alat untuk mengukur budaya yang berlaku di perusahaan. Salah satunya dengan melakukan survey pada karyawan untuk mengetahui pendapat mereka mengenai aspek-aspek perusahaan, seperti: kepemimpinan, komunikasi visi, manajemen sumber daya manusia, kondisi kerja, komitmen karyawan, pemanfaatan bakat dan ketrampilan karyawan, kualitas kerja, pelayanan pada pelanggan, harapan akan masa depan, dan reputasi perusahaan di mata masyarakat. Dengan ini kita dapt mengetahui sejauh mana budaya perusahaan berkembang ke arah positif maupun negatif dimata karyawan
    2.Putuskan untuk menumbuhkan budaya positif.
    Budaya yang sehat didasarkan pada tiga E, yaitu: Encouragement (memberikan dorongan), Enterprise (jiwa kewirausahaan) dan Excellence (senantiasa meraih keunggulan). Memberikan dorongan pada karyawan adalah pondasi, karena mereka membutuhkan dukungan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar bertahan.Motivasi ini penting karena karyawan akan berusaha untuk menyelesaikan tugasnya sesuai dengan yang diharapkan.
    3. Buat suatu program keterlibatan yang nyata.
    Buat karyawan merasa dibutuhkan dan merasa dpat dipercaya dengan melibatkan mereka dalam kegiatan perusahaan, misalnya dalam penyusunan anggaran. karyawan akan merasa sangat dihargai apabila mereka diberikan hak untuk menyampaikan pendapatnya. sehingga mereka akan merasa bertanggungjawab pada apa yang disampaikannya.

    Selain hal hal di atas suatu organisasi juga perlu untuk mengadakan pelatihan yang berkesinambungan guna mengembangkan kemampuan karyawan. siharapkan dengan adanya pelatihan pelatihan tersebut karyawan dapat mengkomunikasikan masalah masalah yang ada dan berusaha menyelesaikannya dengan baik. Satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah penegakan kedisiplinan, karyawan harus diarahkan bahwa kedisiplinan adalah salah satu bentuk tanggungjawab yang mendukung tercapainya tujuan organisasi.

    Setidaknya langkah langkah yuang telah disebutkan diatas dapat memotivasi karyawan untuk berperilaku positi dan bertanggungjawab pada fungsinya sebagai bagian dari suatu pusat pertanggungjawaban.

    Sumber:
    Amrizal. MEMBANGUN KULTUR dan ETIKA INTERNAL ORGANISASI
    YANG ANTI KECURANGAN
    .www.google.com
    Momoy. MENUMBUHKAN BUDAYA POSITIF.www.henlia.com

    ReplyDelete
  7. Rofika Prihardini
    C1C006159

    PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN PADA MANAJER DALAM AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN

    Akuntansi pertanggungjawaban merupakan istilah yang digunakan dalam menjelaskan akuntansi perencanaan serta pengukuran dan evaluasi kinerja organisasi sepanjang garis pertanggungjawaban.(Arfan ikhsan- muhammad Iskak,Akuntansi pertanggungjawaban hal 139).
    Pusat pertanggungjawaban itu sendiri artinya salah satu bagian dalam organisasi yang diakumulasi secara menyeluruh untuk kepentingan pencatatan. Seseorang yang berada di pusat pertanggungjawaban mempunyai pengendalian terhadap seluruh catatan-catatan yang mereka but. Untuk menciptakan struktur jaringan pertanggungjawaban yang efisien , tanggung jawab dan lingkup dari wewenang untuk setiap individu dari eksekutif ouncak sampai ke karyawan tingkat rendah harus didefinisikan secara logis dan jelas.
    Pada paper ini saya mengambil aspek pertanggung jawaban dari sudut pandang manajer karena manajer yang secara langsung dapat megawasi karyawan , sehingga akan lebih efisien dalam pencapaian penerapan tanggung jawab dan pengendalian tanggung jawab pada karyawan.

    Pusat pertanggung jawaban seperti apa yang perlu di terapkan oleh manajemen?

    1.Dalam Pusat Biaya
    Manajer hanya bertanggungjawab atas pusat biaya dan memiliki kendali hanya atas penggunaan sumber daya fisik dan manusia yang diperlukan untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

    2.Dalam Pusat Pendapatan
    Manajer bertanggung jawab dan memiliki kendali terhadap biaya pemasaran langsung dan kinerja mereka akan diukur dalam hal kemampuan mereka untuk mencapai target penjualan yang telah ditentukan sebelumya dalam btasan beban tertentu.

    3.Dalam Pusat Laba
    Manajer betranggung jawab atas fungsi distribusi maupun manufaktur.

    4.Dalam pusat Investasi
    Manajer bertanggung jawab untuk mencapai margin kontribusi dan target laba tertentu serta efisien dalam penggunaan aktiva.

    Para manajer yang sudah memiliki job description pekerjaan masing-masing diharapkan tidak terjadi saling benturan kepentingan dalam menjalankan pusat-pusat pertanggung jawaban tersebut, namun pada kenyataanya kadang masih terdapat benturan kepentingan tiap-tiap bagian.
    Contohnya :
    Seorang mandor produksi mengendalikan kualitas bahan baku dan perlengkapan yang digunakan karena dia mendelegasian tugas dan mengawasi pekerja, tetapi dia tidak memiliki kendali atasharga bahan baku yang digunakan.Padahal tanggung jawab target penggunaan bahan baku ada pada mandor produksi dan tanggung jawab kendali atas harga bahan baku pada manajer dpartemen pembelian.Jika tanggung jawab yang tumpang tindih ini terjadi maka harus dibicarakan baik-baik antar divisi agar tercapai penyelesaian yang efektif.

    Dampak akibat gagalnya pusat pertanggung jawaban pada karyawan, misalnya:
    # Perilaku menyimpang dari apa yang diharapkan.
    # Rendahnya motivasi.
    # Tidak layaknya para manajer pusat pertanggung jawaban.

    Kesimpulan :
    Untuk menghindari perilaku-perilaku yang menyimpang diharapkan manajer-manajer dalam pusat pertanggung jawaban tersebut dapat mengawasi dan memberikan contoh yang baik pada karyawan lainnya dalam kaitannya dengan pusat pertanggung jawaban yang nantinya akan dilaporkan kepada atasannya.

    Sumber:
    Iksan, Arfan dan muhammad Ishak,dalam buku akuntansi keperilakuan,”Aspek Keperilakuan Pada Akuntansi Pertanggung Jawaban”

    ReplyDelete
  8. Ferdyant Pangestu
    C1C005157


    MEMBANGUN PERILAKU POSITIF BAGI KARYAWAN
    SEBAGAI BAGIAN DARI PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
    MELALUI PEMBERDAYAAN KARYAWAN



    Akuntansi pertanggungjawaban dapat didefinisikan sebagai proses penyusunan laporan-laporan prestasi anggota-anggota kelompok sebuah organisasi dengan suatu cara yang dikendalikan oleh anggota-anggota kelompok tersebut. Fokus akuntansi pertanggungjawaban ini adalah unit-unit organisasi yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan kegiatan atau mencapai tujuan tertentu.
    Untuk mencapai keharmonisan tujuan, perilaku manajer di seluruh organisasi harus diarahkan menuju tujuan manajemen puncak. Untuk mencapai tujuan tersebut, manajer sewajarnya diserahi tanggung jawab dan terdapat kriteria evaluasi kinerja yang memotivasi mereka untuk bekerja keras mencapai tujuan perusahaan. Sistem akuntansi pertanggungjawaban menghasilkan laporan-laporan kepada para karyawan, termasuk manajer, perihal pelaksanaan tanggung jawab mereka karena laporan-laporan tadi harus dirancang secara cermat dan dipahami betul oleh evaluator maupun orang yang dievaluasi (Simamora, 1999:246)
    Dalam artikel yang berjudul Pemberdayaan Karyawan (Empowerment) & Levers of Control Dalam Perspektif Budaya Nasional Indonesia oleh F.E. Daromes menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan, manajer bekerja bersama dan melalui orang lain. Setiap organisasi terdiri dari orang-orang, dan adalah tugas manajemen untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan orang-orang ini menuju tujuan yang ditetapkan. Atau dengan kata lain, manajer perlu memahami orang-orang dalam organisasinya (karyawan) sehingga para karyawan ini dapat bekerjasama dan diberdayakan untuk mencapai tujuan organisasi.
    Smith (1996) dalam Daromes (2006) menyatakan bahwa memberdayakan orang berarti menyemangati mereka untuk lebih terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Artinya, menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk menunjukkan bahwa mereka dapat memberikan ide yang bagus dan mampu mewujudkan ide tersebut (Psoinos, Kern & Smithsons, 2000).
    Tujuan yang hendak dicapai dari pemberdayaan ini adalah (Mas’ud, 2002):
    1.Meningkatkan motivasi untuk mengurangi kesalahan dan mendorong karyawan bertanggungjawab terhadap tindakannya.
    2.Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas dan inovasi.
    3.Mendorong peningkatan kualitas produk dan jasa.
    4.Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mendekatkan karyawan terhadap pelanggan karena karyawan dapat melayani dengan lebih baik.
    5.Meningkatkan kesetiaan, dan pada kesempatan yang sama mengurangi tingkat kemangkiran.
    6.Meningkatkan kinerja karyawan melalui peningkatan kebanggaan, harga diri, dan kepuasan.
    7.Mendorong kerjasama yang lebih baik dengan sesama rekan kerja, dalam meningkatkan pengawasan dan produktivitas.
    8.Mengurangi tugas pengawasan (pengendalian) dari manajemen menengah dalam pekerjaan operasional sehari-hari, sehingga para manajer lebih mempunyai waktu dan perhatian terhadap masalah-masalah yang lebih besar.
    9.Menyiapkan karyawan untuk berkembang dan menghadapi perubahan, suksesi dan tuntutan persaingan.
    10.Meningkatkan daya saing bisnis (organisasi).

    Dalam hal pemberdayaan, konsep atasan-bawahan harus disimpan rapat-rapat agar mencapai hasil maksimal. Sebab, ketika konsep itu disimpan, sebagai gantinya akan muncul konsep partnership. Namun ini, bukan berati si atasan harus bersikap seperti bawahan, ia justru bersikap sebagai leader sejati, yang tahu kapan harus memposisikan diri sebagai pemimpin dan kapan sebagai partner. Proses assessment karyawan yang sukses akan melahirkan cara komunikasi yang tepat, yaitu cara komunikasi yang membuat para karyawan nyaman dan membuka diri terhadap setiap arahan atau perintah.
    Mas’ud (2002) mengemukakan beberapa hal yang dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendorong pemberdayaan dalam organisasi, yaitu:
    1.Komunikasi secara terbuka dan terus-menerus.
    2.Dukungan manajemen puncak
    3.Pengukuran prestasi dan umpan balik.
    4.Pengakuan dan penghargaan.
    5.Pemberian otonomi dalam batas-batas.
    6.Membangun kepercayaan dalam organisasi.
    Pemberdayaan menjadi hal yang penting seiring dengan meningkatnya tanggung jawab yang dipegang oleh karyawan.
    Mas’ud (2002), mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan, antara lain:
    1.Pemberdayaan digunakan sebagai alat manipulasi untuk memberi tugas yang lebih banyak kepada karyawan, sehingga karyawan akan merasa mendapatkan beban kerja yang berat. Para manajer puncak dan menegah tetap memegang kekuasaan penuh dalam membuat keputusan penting, sedang karyawan tidak terlibat sama sekali, dengan demikian sesungguhnya karyawan hanya melaksanakan keputusan orang lain.
    2.Manajemen menggunakan pemberdayaan untuk mengurangi atau melepaskan tugas dan tanggung jawab mereka. Manajemen melepaskan tugas mereka pada orang lain yaitu bawahannya, tetapi manajemen tidak mengakui keberhasilan bawahan dan menganggapnya sebagai keberhasilan mereka sendiri. Namun, jika pelaksanaan tugas dan tanggung jawab gagal, mereka menyalahkan bawahannya.
    3.Usaha pemberdayaan dilaksanakan secara pilih kasih dan membagi karyawan menjadi dua kelompok. Mereka yang mempunyai kelebihan otak diberi pemberdayaan yang besar, sedangkan yang biasa saja tidak ada pemberdayaan sama sekali. Praktek seperti ini akan sangat merusak dan merugikan organisasi.
    4.Manajemen tidak menciptakan struktur pemberdayaan serta memberikan fasilitas kerja. Padahal pemberdayaan karyawan tidak mungkin dilakukan bila karyawan tidak memiliki kemampuan yang baik.
    5.Manajemen kurang memberikan informasi yang jelas, dan menerjemahkan visi perusahaan agar dipahami oleh karyawan. Disamping itu, manajemen tidak memberikan umpan balik yang konstruktif, pengakuan dan menciptakan kepercayaan dalam organisasi.
    Para manajer tidak dapat menghabiskan seluruh waktu dan upayanya bahwa semua orang melaksanakan apa yang diminta. Tidak pula realistis untuk berpikir bahwa para manajer dapat mengambil kontrol hanya dengan mempekerjakan orang yang baik, pengaturan insentif dan berharap yang terbaik. Pada dasarnya manusia pada umumnya ingin melakukan hal yang benar untuk bertindak secara etis sesuai dengan aturan moral yang ada. Tetapi tekanan untuk mencapai hasil yang hebat kadang kala berbenturan dengan aturan kebiasaan yang ketat. Karena godaan atau tekanan di tempat kerja, individu kadang memilih untuk melanggar aturan.

    Pengungkit kontrol (levers of control)
    Robert Simon (1995) mendefinisikan levers of control sebagai informasi formal rutin atau prosedur yang digunakan oleh manajemen untuk menjaga atau menjamin pola-pola dalam perilaku keorganisasian.
    Ada empat alat untuk merekonsiliasi konflik antara kreativitas dan pengendalian, yaitu:
    1. Sistem kontrol diagnostik (diagnostic control system)
    Manajer menggunakan sistem ini unntuk memonitor tujuan dan profitabilitas serta mengukur kemajuan dalam mencapai target. Secara berkala, para manajer menilai output dan membandingkannya dengan standar kinerja yang sudah ditetapkan. Keterbatasan sistem kontrol diagnostik adalah menciptakan tekanan yang dapat menimbulkan kegagalan kontrol, bahkkan krisis. Sebagai respon atas tekanan tersebut, beberapa manajer divisi memanipulasi data keuangan dengan menciptakan data-data akuntansi palsu untuk menaikkan kinerja yang mereka laporkan.
    2. Filosofi (beliefs systems)
    Perusahaan menggunakan sistem kepercayaan dalam upaya mengartikulasi nilai-nilai dan arah yang perlu diterapkan oleh para pegawainya. Sistem kepercayaan dimaksudkan untuk menginspirasi karyawan menciptakan kesempatan baru. Dengan memotivasi individu mencari cara baru untuk menciptakan nilai. Manajer yang efektif berusaha menginspirasi orang di dalam organisasinya dengan aktif mengkomunikasikan nilai inti dan misi.
    3. Sistem pembatasan (boundary System)
    Sistem pembatasan didasarkan pada prinsip yang disebut sebagai power of negative thinking. Dengan cara memberitahu apa yang tidak boleh dilakukan karyawan. Pembatasan dalam organisasi yang modern, tertanam dalam standar etika dan aturan main, biasanya tersurat dalam bentuk aktivitas yang dilarang.
    4. Sistem kontrol interaktif (interactive control system)
    Sistem kontrol interaktif merupakan sistem informasi formal yang digunakan para manajer untuk melibatkan diri secara terus menerus dan personal dalam keputusan bawahan. Melalui sistem ini, para manajer senior berpartisispasi dalam keputusan bawahan dan memfokuskan perhatian organisasional serta belajar tentang masalah-masalah strategi utama. Pembuatan suatu sistem kontrol yang interaktif biasanya menuntut perhatian dari partisipasi di seluruh bisnis. Melalui dialog dan debat yang melindungi proses interaktif, strategi baru sering kali timbul. Dari dialog dan debat ini, inovasi penting sering muncul untuk mengatasi kegagalan tak terkira dan untuk memperhitungkan kesempatan tak terduga.

    Sumber:
    Daromes, F.E. 2006. Pemberdayaan Karyawan (Empowerment) & Levers of Control Dalam Perspektif Budaya Nasional Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 10 No. 1: 48-57.
    Simamora, Henry. 1999. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat, Jakarta.

    ReplyDelete
  9. Mega Dwi K
    (C1C005268)

    Merubah Perilaku dan Memotivasi Karyawan

    Karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan membawa sukses bagi organisasi, seperti tumbuhnya saling percaya, komunikasi menjadi terbuka, menonjolkan sikap kebersamaan, mempercepat pengambilan keputusan serta terselesaikannya konflik. Karyawan yang dalam bekerjanya memiliki tanggung jawab kerja dapat dikatakan bahwa mereka memiliki komitmen yang tinggi untuk keberhasilan organisasi.

    Merubah Perilaku Karyawan
    Setiap perubahan akan mempengaruhi siapapun; apakah dia pihak manajemen ataukah karyawan. Perubahan bisa ditanggapi secara positif ataukah negatif bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu sendiri. Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan yang terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan karyawan. Misalnya yang menyangkut  penurunan kompensasi, pembatasan karir , dan rasionalisasi karyawan. Sementara kalau perubahan itu terjadi pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada manajemen dan karyawan adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan mengoperasikan teknologi baru. Kalau itu terjadi pada perubahan motivasi karyawan staf dalam suatu tim kerja maka perubahan yang semestinya terjadi adalah terjadinya perubahan manajemen mutu sumberdaya manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya perubahan.
    Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap orang harus siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada apa yang mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong seseorang untuk berubah. Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi perilaku meliputi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan visi perusahaan. Sementara faktor-faktor  pendorong seseorang untuk berubah adalah kesempatan memperoleh keuntungan nyata atau menghindari terjadinya kerugian pribadi.
    (1) Pengetahuan
    Pengetahuan merupakan unsur pokok bagi setiap karyawan untuk merubah perilakunya dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan karyawan semakin mudah dia untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya. Karena itu pengetahuan ditempatkan secara strategis sebagai salah satu syarat penting bagi kemajuan perilaku karyawan. Karyawan yang hanya menggunakan pengetahuan yang sekedarnya akan semakin tertinggal kinerjanya dibanding karyawan yang selalu menambah pengetahuannya yang baru.
    (2) Ketrampilan
    Ketrampilan, baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Ketrampilan fisik dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan komputer, mesin produksi dsb. Ketrampilan non-fisik dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang sudah jadi. Misalnya kemampuan memimpin rapat, membangun komunikasi, dan mengelola hubungan dengan para pelanggan secara efektif. Jadi disitu terdapat hubungan antara proses dan ketrampilan komunikasi antarpersonal.
    Ketrampilan lebih sulit untuk diubah atau dikembangkan ketimbang pengetahuan. Perubahan ketrampilan sangat terkait dengan pola perilaku naluri (insting). Proses perubahan respon insting karyawan membutuhkan waktu relatif cukup panjang karena faktor kebiasaan apalagi budaya tidak mudah untuk diubah. Misalnya karyawan yang biasanya bertanya pada karyawan dengan ucapan “apa yang manajer inginkan” (kurang sopan) sulit untuk segera berubah menjadi ucapan”apa yang dapat saya kerjakan untuk manajer” atau “bolehkah saya membantu manajer” (lebih sopan).
    (3) Kepercayaan
    Kepercayaan karyawan menentukan sikapnya dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi karyawan diberikan pengetahuan dan ketrampilan baru dengan cara berbeda. Namun hal itu dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimilikinya apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diterimanya akan berguna atau tidak. Dengan kata lain suatu kepercayaan relatif sulit untuk diubah. Jadi kalau  ingin melatih karyawan harus diketahui dahulu kepercayaan yang dimiliki karyawan sekurang-kurangnya tentang aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan.
    (4) Lingkungan
    Suatu lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku karyawan apakah melalui pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah dengan mengoreksi perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi seperti keteladanan pimpinan dan model kepemimpinan serta masa depan organisasi yang cerah akan berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan perilaku karyawan. “Apa yang perusahaan berikan pada karyawan dan apa pula yang perusahaan dapatkan”. Keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh apa yang bisa diberikan perusahaan kepada karyawannya. Semakin tinggi kadar insentif yang diberikan semakin efektif terjadinya perubahan perilaku karyawannya. Sebaliknya perusahaan yang tidak efektif  atau gagal  cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif.
    (5) Tujuan perusahaan
    Tujuan perusahaan ditentukan oleh kepercayaan kolektif dari para pimpinan perusahaan dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan merupakan turunan dari visi masa depan dan sistem nilai perusahaan. Pemimpin perusahaan yang memiliki visi dan tujuan yang jelas akan menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku produktif. Sebaliknya hanya akan menciptakan kebingungan di kalangan karyawan.

    Kombinasi dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu perubahan perilaku karyawan. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada karyawan semakin mengetahui atau memahami apa yang dibutuhkan untuk mampu mengerjakan pekerjaannya. Ketrampilan dalam bentuk kemampuan fisik dan non-fisik dibutuhkan agar karyawan mampu mengerjakan pekerjaan yang baru. Kepercayaan menentukan apakah karyawan akan menggunakan ketrampilan dan teknik barunya dalam praktek. Sementara lingkungan perusahaan akan menciptakan tujuan perusahaan dalam merumuskan standar apa yang bisa diterimanya. Tujuan perusahaan itu sendiri ditentukan oleh visi perusahaan dan dapat menciptakan lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor pengaruh menguatnya kecerdasan emosional dan spiritual dari karyawan akan membantu perusahaan lebih siap dalam mengelola perubahan. 

    Memotivasi Karyawan
    Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi adalah daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengembangkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Adanya motivasi berprestasi membuat karyawan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menjalankan semua kegiatan yang telah menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Menjaga dan meningkatkan motivasi berpresasi karyawan sangat penting untuk menjaga produktivitas karyawan.

    Memotivasi karyawan dapat dilakukan berdasarkan teori:
    Reinforcement Theory
    1.Negative reinforcement: Memotivasi karyawan dengan memberikan konsekuensi atau akibat yang tidak diinginkan.
    2.Positive reinforcement: Memotivasi karyawan dengan memberikan imbalan penghargaan untuk kinerja yang tinggi.

    Teori Howthorne
    Karyawan dapat dimotivasi dengan memberikan lebih banyak perhatian dan dengan mengijinkan karyawan untuk berpartisipasi.

    ReplyDelete
  10. MEMBANGUN SIKAP POSITIF KARYAWAAN SEBAGAI BAGIAN DARI PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN

    Pengukuran kinerja dengan sistem lama kini mulai di tinggalkan hal tersebut salah satunya disebabkan karena di dalamnya masih terdapat model pengalokasian secara arbitrer biaya langsung atau pun BOP, membebankan sesuatu yang tidak dapat dikendalikan oleh segmen tersebut ini dirasa kurang adil. Sekaligus akan menghilangkan keakuratan data yang di jadikan dasar untuk penilaian kinerja.Untuk itu perlu adanya sistem yang lebih adil dan akurat dalam mengukur kinerja, dan sistem pusat pertanggungjawaban merupakan solusinya.
    Pengertian Pusat Pertanggungjawaban
    Pusat Pertanggungjawaban adalah pihak tertentu bertanggungjawab atas pengendalian terhadap pendapatan dan biayanya sendiri terkait aktivitasanya didalam perusahaan. Masalah –masalah bisnis dapat dikendalikan secara efektif jika orang-orang yang bertanggungjawab untuk menjalankan operasi tersebut dapat dikendalikan. Tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah untuk memastikan individu di seluruh tingkatan perusahaan telah memberikan kontribusi yang memuaskan terhadap pencapaian tujuan perusahaan secara menyeluruh
    Jaringan Pertanggungjawaban .
    1. Struktur organisasi perusahaan dibagi-bagi kedalam suatu jaringan pusat-pusat pertanggung jawaban secara individual
    2. Tanggungjawab dan lingkup daari wewenang harus didelegasikan secara jelas dan logis dari atasan sampai bawahan
    3. Tidak ada tanggung jawab yang tumpang tindih
    4. Pembebanan secara hati –hati hanya ke satu orang saja,dan pelaporan ke satu pihak saja
    Menetapkan pertanggungjawab
    Faktor yang paling penting adalah masalah tingkat diskresi dan pengendalian atas sumberdaya yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi dan tugas yng didelegasikan
    American accounting associaton menerbitkan beberapa pedoman
    1. Orang dengan wewenang baik atas akuisisi maupun penggunaan barang dan jasa sebaiknya dibebankan dengan biaya dari barang/jasa tersebut
    2. Orang yang secara signifikan dapat mempenaruhi jumlah biaya melalui tindakan- tindakannya dapat dibebankan dengan biaya tersebut.
    3. Bahkan orang yang tidak dapat mempengaruhi secara signifikan jumlah biaya melalui tindakan langsung. Dapat dibebankan dengan elemen-elemen untuk mana manajemen ingin agar orang tersebut memperhatikannya, sehingga ia akan membantu mempengaruhi orang lain yang bertanggungjawab.
    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Karyawan(Anak Agung Sagung Kartika Dewi dalam jurnalnya Analisis Beberapa Faktor Yang
    Mempengaruhi Partisipasi Karyawan)
    Riwayat Hidup Karyawan
    Riwayat hidup karyawan akan mempunyai pengaruh terhadap partisipasi kerja karyawan. Siagian (1995 : 81,92) menyatakan bahwa karakteristik biografikal dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan masa kerja
    Kepribadian
    Kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain Siagian, 1955 : 94) tiga faktor yang dapat membentuk kepribadian seseorang, yakni faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (keturunan), lingkungan, dan faktor-faktor situasi
    Persepsi
    Persepsi pada hakikatnya merupakan proses kognitif yng dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, maupun penciumanMenurut Robbins (1991 : 126 – 128) ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu sebagai berikut.
    1. Perciver
    Perciver ciri orang yang bersangkutan. Jika seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya, ia dipengaruhi oleh karakteristik dividu yang turut berpengaruh, seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapannya.
    2. Target
    Persepsi seseorang akan tergantung pada sasaran yang dilihat oleh orang tersebut. Target dapat berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifatsifat sasaran tersebut biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihat.
    3. Situasi
    Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula memperoleh perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan serta dalam pertumbuhan persepsi seseorang
    .

    Daftar Pustaka

    Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
    Aries Yuliyanto
    C1C006133

    ReplyDelete
  11. M.Ruli
    C1C004024
    tugas 5
    KETERBUKAAN KUNCI PENGIKAT KARYAWAN

    A. LATAR BELAKANG MASALAH
    Organisasi bersifat aktif yang dibentuk dari hubungan antara orang dengan orang, antara orang dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok yang menghasilkan berbagai kepentingan, baik yang bersifat pribadi maupun pencapaian organisasi. Organisasi sangat dinamis yan gdidalam operasionalnya terjadi interaksi antara orang-orang yang membentuk organisasi itu dalam berbagai keadaan dan tingkatannya. Organisasi adalah suatu sistem yang terbagi atas sub sistem-sub sistem. Bagian terpenting dari pendekatan sistem adalah memahami tentang interaksi antara berbagai sistem tersebut.
    Agar hubungan dan interaksi yang berlangsung dapat berjalan harmonis, maka dibutuhkan keterbukaan dimana setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama untuk mmperoleh informasi dan memiliki kesempatan yang sama untuk memberi informasi dalam mencapai tujuan. Semakin baik hubungan dan interaksi yang terbentuk akan semakin baik pula kesetiakawanan dan kebersamaan yang tumbuh sehingga tumbuh sikap saling mengikat diantara sesama anggota yang ada.
    Dalam pengelolaan organisasi dengan menggunakan sistem yang terbuka, adalah pengelolaan organisasi yang dilakukan dengan memberi kepercayaan dan tanggung jawab bersama secara proporsional kepada seluruh anggota, sehingga keterikatan yang terbentuk akan semakin kuat.
    Karyawan sebagai individu memiliki banyak kepentingan dan tujuan dalam melaksanakan tugasnya dalam organisasi, agar karyawan bersedia melaksanakan setiap kegiatan dan tugas dengan penuh tanggung jawab dan perhatian yang tinggi, maka karyawan harus dimuliakan dihormati dan dipuaskan, rasa puasa dan bangga dalam bekerja hanya mungkin diraih dengan adanya kepercayaan yang diberikan oleh oraganisasi atau perusahaan tempatnya bekerja terhadap proses karja dan hasil kerja yang dicapainya.
    Pemimpin yang mengelola perusahaan tempat dimana karyawan tersebut bekerja harus mampu membangun sistem komunikasi yang efektif dan mampu mengikat talisilaturahmi yang manusia antara pimpinan dengan karyawan. Rasa hormat menghormati dan saling memberi masukan serta tanggap terhadap keberadaan karyawan dan ketercapaian tujuan merupakan modal yang sangat dibutuhkan dalam membangun tanggung jawab karyawan dalam bekerja.
    B. IDENTIFIKASI MASALAH
    Dengan berpedoman pada kondisi yang ada dalam latar belakang masalah dapat diidentifikasi berbagai masalah yang berkaitan keterbukaan sebagai kunci pengikat karyawan :
    1. Faktor apa yang dapat membangun dan mengembangkan kepuasan kerja pegawai
    2. Apakah karyawan memiliki akses yang luas dalam melaksanakan fungsinya dalam perusahaan ?
    3. Langkah apa yang harus dilakukan pimpinan perusahaan dalam membangun tanggung jawab karyawan
    4. Apakah pimpinan melakukan sistem yang terbuka dalam mengelola perusahaan ?
    5. Apakah pimpinan memiliki kepercayaan terhadap karyawan ?
    6. Apakah karyawan menanggapi secara positif atas keterbukaan yang dilakukan pimpinan ?
    7. Bagaimana perilaku pimpinan dalam menyelesaikan konflik yang terjadai dalam perusahaan ?

    C. RUMUSAN MASALAH
    Sesuai dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
    1. Apakah keterbukaan yang dilakukan pimpinan dalam mengelola organisasi mampu mengikat perilaku positif karyawan ?
    2. Langkah apa yang harus dilakukan pimpinan dalam mengelola keterbukaan dalam organisasi ?
    3. Apakah terdapat pengaruh pemberian kepercayaan terhadap kinerja perusahaan ?

    D. LANDASAN TEORI
    1. Kepuasan Kerja
    Untuk dapat berkarya dan berprestasi dalam melaksanakan pekerjaannya, dibutuhkan rasa puas atas pekerjaan yang ditekuni dan dilaksanakan, rasa puas akan memberi semangat dan dorongan untuk lebih berprestasi. Kondisi seperti ini dimiliki oleh setiap karyawan sehingga selayaknyalah pimpinan menciptakan iklim dan budaya kerja yang kondusif dan nyaman bagi para pegawainya.
    Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan yang dicapai perusahaan, hanya mungkin diraih jika pegawai yang ada dalam perusahaan tersebut memiliki komitmen dan rasa memiliki terhadap pada perusahaan tempatnya bekerja. Rasa memiliki hanya mungkin dibangun melalui kepuasan dalam bekerja dan didukung oleh lingkungan kerja yang kondusif, nyaman.
    Kepuasan kerja tidak hanya bermanfaat bagi pegawai tetapi secara langsung juga mempengaruhi organisasi tempat dimana pegawai tersebut berada, maju mundurnya suatu organisasi sangat bergantung pada pegawai yang ada di dalamnya, untuk itulah, maka organisasi baik profit maupun non profit bahkan organisasi pendidikan senantiasa berusaha mewujudkan kepuasan kerja pegawainya.
    Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sikap individu dalam menjalani pekerjaannya, seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaannya.
    Kepuasan akan sangat menentukan dalam pelaksanaan kegiatan kerja pegawai, jika dalam melaksanakan tugasnya pegawai memiliki kepuasan kerja, maka pegawai tersebut juga akan berperan aktif membangun kondisi lingkungan perusahaan menuju lingkungan kerja kondusif.
    Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka , dengan berpedoman pada pernyataan tersebut, maka kepuasan kerja tumbuh dalam diri seseorang jika pekerjaan yang ditekuninya memberi pengalaman yang menyenangkan bagi dirinya, sebaliknya pegawai yang tidak mengalami pengalaman yang menyenangkan dalam bekerja akan tumbuh sikap tidak puas atau kecewa terhadap pekerjaannya.
    Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan aspek-aspeknya dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan, pegawai yang merasakan bahwa pekerjaan yang ditekuninya mampu memberi kebanggan bagi dirinya, maka secara bersamaan akan tumbuh kepuasan atas pekerjaan yang dimiliki.
    Kepuasan kerja merupakan cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja adalah sikap umum yang merupakan pencerminan dari beberapa sikap yang saling terkait dari seseorang dari pekerjaanya.
    Sesuai dengan defenisi tersebut jelaslah bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan motif dan persepsi yang tumbuh dalam diri masing-masing individu, bila persepsi yang timbul atas pekerjaan bersifat positif maka akan muncul perasaan puas atas pekerjaan, selanjutnya jika persepsi yang tumbuh dalam diri individu bersifat negatif maka akan muncul perasan kecewa dan ketidakpuasan.
    Beberapa aspek yang dapat mempengaruhi perasaan karyawan atas pekerjaan yang ditekuninya antara lain aspek emosional, pegawai yang keberadaan dirinya sering direndahkan dan dihina dalam organisasi tempatnya bekerja, akan berakibat pada tumbuhnya kebencian atas perilaku yang diterima dari pimpinan atau rekan kerja, sebaliknya jika seseorang yang tergabung dalam sebuah perusahaan mendapat perhatian dari pimpinan, dan mampu menjalin komunikasi yang baik dengan pimpinan serta memiliki kesempatan yang luas untuk menyusun strategi dan kegiatan kerja perusahaan.
    Keterikatan dan rasa bertanggung jawab dari seorang pegawai terhadap pekerjaannya akan meningkat positif manakala dirinya memiliki kesempatan untuk memahami kondisi perusahaan dan strategi yang akan dilakukan serta seberapa besar keuntungan dan kerugian yang diperoleh dari setiap strategi yang akan dilakukan.
    Pimpinan harus mampu memainkan perannya dengan menghargai keberadaan pegawai dan prestasi yang dicapai (equitable reward), yang dimaksud dengan reward di sini misalnya gaji, komisi, bonus dan kebijakan promosi, namun yang paling dibutuhkan adalah keterbukaan yang dibangun antara pimpinan dengan pegawai. Pada umumnya pegawai menginginkan gaji/penghasilan dan sistim promosi yang adil dan fair serta penghargaan dan keterbukaan dari pihak pimpinan terhadap operasional yang dilakukan.
    Kondisi kerja yang mendukung (supportive working condition), yang termasuk dalam kondisi kerja misalnya temperatur, cahaya atau penerangan, meja kursi, tingkat kebisingan. Pegawai pada umumnya menyukai kondisi pekerjaan yang tidak berbahaya atau merepotkan, misalnya penerapan yang terlalu gelap, suhu udara yang panas, tempat duduk yang kurang nyaman.
    Rekan kerja yang mendukung (supportive colleagues), tidak semua orang bekerja hanya untuk mencari uang, tetapi ada juga orang bekerja dengan tujuan memenuhi kebutuhan memenuhi interaksi sosial (need of affiliation). Tidak heran kalau mempunyai rekan kerja yang ramah dan kooperatif dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mampu menjadi pengikat bagi pegawai.
    Smith and Bourke mengemukakan kepuasan dalam bekerja dapat menghindari stress dalam bekerja dengan adanya rasa puas atas pekerjaan yang ditekuni, maka tekanan dan hambatan dalam pekerjaan bukan menjadikan sesuatu yang kurang menyenangkan bagi pegawai, bahkan pegawai tersebut merasakan bahwa tekanan dan hambatan tersebut menjadi pemicu bagi dirinya untuk berbuat lebih baik lagi. Sebaliknya pegawai yang kurang puas dalam pekerjaan, dan merasa stres dan tertekan dan perilaku tidak menyenangkan dari manajemen, dapat menjadikan dirinya gelisah dan tertekan.

    2. Membangun Keterbukaan
    Peradaban manusia modern menempatkan setiap individu memiliki hak hidup dan strata yang sama dalam kehidupannya, keberadaan individu dijamin oleh undang-undang yang pada akhirnya mampu menumbuhkembangkan sistem kehidupan yang demokratis. Pola hidup yang demokratius adalah pola hidup yang mengakui keberadaan dan eksistensi dari setiap individu, sehingga setiap anggota kelompok atau organisasi memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam organisasi dan kehidupannya.
    Namun dalam perusahaan, hal itu sulit dilakukan, karena tidak semua hal dapat diketahui dan dapat disampaikan kepada pegawai yang ada, keterbukaan yang berlangsung dalam pengelolaan perusahaan dilakukan secara selektif. Bahkan sebagain perusahaan dengan sengaja mengelola perusahaannya secara tertutup dan tidak memberi peluang kepada pegawai untuk mengetahui tentang perusahaan tempatnya bekerja.
    Pengelolaan yang tertutup akan membuat banyak sya wasngka dari pegawai terhadap pimpinan yang pada akhirnya akan berujung poada protes dan ketidakpuasan terhadap manajemen yang ada. Sebaliknya keterbukaan yang terlalu over akan mengakibatkan manajemen kehilangan wibawa terhadap pegawai, sehingga sistem yang berlangsung menjadi tidak efektif.
    Agar terbentuk sebuah komunitas pegawai yang kondusif dan efektif dalam melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, maka pihak pimpinan harus mampu bersikap fleksibel dengan membangun sistem manajemen yang terbuka secara proporsional. Sistem manajemen yang terbuka secara proporsional akan memberi rasa puas bagi pegawai dalam melaksanakan tugasnya, sehingga akan tumbuh keinginan untuk berpartisipati aktif mengembangkan perusahaan.
    Keterbukaan dalam perusahaan dapat dilakuan dengan membangun sistem kepemimpinan yang demokratis, yaitu kepemimpinan yang dilakukan secara manusiawi dengan menempatkan pegawai sebagai individu utuh.
    Kepemimpinan Demokratis memiliki ciri – ciri berikut :
    a. Secara musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau anggota kelompok untuk ikut dalam merumuskan tujuan yang akan dicapai kelompok serta cara – cara untuk mencapai tujuan tersebut
    b. Pemimpin secara aktif memberikan saran dan petunjuk
    c. Ada kritik yang positif, baik dari pemimpin maupun yang dipimpin
    d. Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok
    Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang menempatkan bawahan sebagai mitra kerja, dalam penerapannya, pemimpin dalam mengambil keputusan dan menetapkan kebijakan dengan membuka musyawarah dan dialog dengan seluruh pegawai, serta terbuka dengan kritik sebagai suatu masukan untuk memperbaiki kebijakan yang ditetapkan.
    Secara umum kepemimpinan demokratis menempatkan musyawarah dan mufakat sebagai suatu kekuatan dengan cara mengajak warga atau anggota kelompok ikut dalam merumuskan tujuan, pengambilan keputusan yang akan dicapai serta cara – cara untuk mencapai tujuan tersebut.
    Pemimpin dengan kepemimpinan demokratis membina hubungan harmonis dengan seluruh pegawai, dan secara aktif memberikan saran dan petunjuk kepada pegawai yang dianggap kurang sempurna dalam melaksanakan tugas, selanjutnya pemimpin tersebut akan berperan secara aktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok kerja guna mencapai tujuan lembaga/institusi.
    Kepemimpinan demokratis dilakukan dengan cara memberdayakan seluruh pegawai sehingga setiap pegawai mampu berkembang secara maksimal, dan dilakukan pula dengan mengembangkan budaya kerja yang positif dalam mencapai tujuan yang diharapkan bersama antara pimpinan dan pegawai.

    3. Membangun kepercayaan pada pegawai
    Membangun kepercayaan pegawai terhadap manajemen perusahaan merupakan tugas pokok dari pimpinan, adanya kepercayaan pegawai terhadap pimpinan akan mendukung tumbuhnya kinerja efektif dari setiap pegawai yang ada.
    Kepemimpinan merupakan usaha dari seseorang untuk memengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya untuk mencapai tujuan organisasi , pemimpin memiliki hubungan dengan banyak orang di sekitarnya, bahkan kebijakan dan keputusan yang ditetapkan oleh seorang pemimpin akan berakibat langsung pada bawahannya, kondisi ini menempatkan seorang pemimpin menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam membangun kepercayaan dari pegawainya.
    Dengan adanya kepercayaan pegawai terhadap pimpinan akan mampu mengembangkan dan membangun keterikatan pegawai terhadap keterbukaan yang dikembangkan oleh pimpinan dalam mengelola organisasi yang dipimpinnya.
    Untuk dapat mengembangkan kepercayaan pegawai terhadap organisasi dibutuhkan komunikasi yangbaik dengan seluruh komunitas yang ada dalam organisasi.
    Rakhmat menyatakan bahwa komunikasi mempunyai makna yang luas meliputi segala penyampaian energi, gelombang suara, tanda diantara tempat, sistem atau organisme. dengan dukungan komunikasi yang baik, maka pegawai akan mampu memahami tujuan yang akan diraih, kondisi yang ada dan berlangsung dalam perusahaan serta hak dan kewajiban yang harus dilakukan dalam mengelola peruasahaan.
    Thompson dalam Blau dan Meyer menjelaskan bahwa interdependensi antar individu atau unit-unit organisasi menciptakan kebutuhan akan komunikasi dan koordinasi pekerjaan . keterbukaan yang dibangun oleh pimpinan hanya mungkin dilakukan dengan dukungan komunikasi yang baik dan mudah dimengerti oleh seluruh pegawai.
    Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa keterbukaan sebagai pengikat bagi seluruh pegawai hanya mungkin dibangun dengan dukungan komunikasi yang efektif, mudah dipahami dan dimengerti oleh setiap pegawai sehingga tidak menimbulkan syak wasangka yang kurang baik dari pegawai terhadap perusahaan.
    DAFTAR PUSTAKA

    Andrew S. Latham. Teacher Satisfaction, Educational Ladership. 1998

    George Srauss dan Leonard R. Sayles, Personal : The Human Problems of
    Management, Prentice-Hall of India, New Delhi, 1980, h 5-6.dikutip
    langsung dari , T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber
    Daya Manusia. Penerbit. BPFE, 2001

    Jalaludin Rakhmat. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda
    Karya

    Nana Sutisna. 2000. Adminstrasi Pendidikan : Dasar Teoritis dan Praktek Profesional. Bandung : Angkasa

    Peter M.Blau dan Marshall W. Meyer. 2000. Birokrasi Dalam Masyarakat
    Modern. TerjemahanSlamet Rijanto. Jakarta : Prestasi Pustakakarya

    ReplyDelete